Sabtu, 07 Desember 2013

Special for you

Ngeri, bukan negeri atau pun nyeri :) adalah kata yang paling tepat kuungkapkan setelah melihatmu hari ini. Tidak pernah terpikir dalam benakku akan melihatmu dalam rupa yang seperti itu. Ah! maafkan aku, tidak seharusnya muncul pikiran seperti itu dalam otakku. Namun tak mampu kutolak, karena tiba-tiba saja pemikiran seperti itu spontan menghantam benakku. Beberapa hari yang lalu, aku kaget setelah mendengar jika tubuhmu tidak lagi setambun dulu. Postur tinggi dengan perut yang sedikit buncit menambah kesan manis bagimu.Terkadang aku iri denganmu ( kala itu ) setelah melihat postur semampaiku (semeter tak sampai :D ), bogel dan tidak ada apa-apanya denganmu. Pernahkah kau sadari itu? Namun aku tidak ingin membahas itu lagi sekarang. Aku hanya ingin fokus padamu. Terpusat pada 'hilangnya' lemak yang dulu melekat di tubuhmu. November 2010, kau berangkat ke Penang untuk berobat, katamu. Awalnya aku tidak perduli itu. Karena aku baru mengenalmu, dan belum tau banyak tentangmu. Walau baru mengenalku, kamu masih bawa buah tangan berupa cokelat untukku dari Penang. Walau kala itu aku berpikir, " Di Indonesia juga banyak dijual cokelat seperti ini" bibirku tersungging melecehkan sebuah cokelat itu. Semakin lama aku tahu banyak tentangmu, kebiasaanmu, pergaulanmu. Terkadang timbul rasa iri, namun kembali lagi kugunakan akal sehatku ( bukan akal gila pastinya :D ) itulah kamu. Dan aku sadar, siapa kamu dan siapa aku ( sedikit membedakan kasta heheh... ). Dan pada akhirnya aku pun dekat denganmu. Sering sharing tentang berbagai hal denganmu. Dan diam-diam aku banyak belajar. Agustus 2013, kamu kembali pergi ke Penang. Aku memang dekat denganmu, tapi maaf aku tidak tahu apa penyakitmu yang sebenarnya. Sesampainya disana, kamu masih sering berbagi kabar tentang suasana di sana. Tentang leletnya berkirim messenger lewat BBM, tentang suasana mewah di penginapanmu atau kecerewetan helper yang merawatmu disana. Sekembalinya dari sana, mulailah penyakit itu menggerogotimu. Dan har ini, Desember 2013. Aku melihatmu dengan tubuh kurus dan badan sedikit gemetaran. Nada bicaramu tidak lagi jelas, dan kau tidak berani menatapu. Benar kan ? Hilang sudah ingatanku tentangmu tiga tahun yang lalu. Tentangmu yang gila berburu gadget, tentangmu yang narsis photo dan tidak tau tempat, dan tentangmu yang sering curhat lewat BBM hanya karena ada sedikit masalah dengan pacarmu. Hilang semua! Aku hanya berharap sebuah keajaiban terjadi padamu. Mendengarmu terkena Leukimia stadium 3, membuat tulangku seolah remuk dan jantungku berhenti berdetak. Doaku selalu padamu sahabatku, keajaiban selalu ada bagi orang yang giat berharap dan berdoa. Get well soon Lie shu hua / Chandra Lie

Rabu, 04 Desember 2013

( Resensi ) Crying Winter

Resensi
judul : Cying Winter penulis :Mell Shaliha tebal halaman :334 halaman penerbit :DIVA Press " Dan, dengan jujur aku katakan, aku lebih memilih menemukan mayatmu dibanding menemukanmu masih hidup sebagai teroris" Dimas dan Damar adalah dua saudara kembar yang dibesarkan oleh seorang ibu yang telah menjadi orangtua tunggal semenjak suaminya meninggal karena kecelakaan saat menjadi buruh bangunan. Sebaga anak sulung, Dimas rela berhenti kuliah hanya untuk membantu meringankan beban ibunya membiayai pendidikan adiknya Damar. Banyak pekerjaan yang telah dilakukannya. Dari menjadi seorang jurnalistik, hingga berwiraswasta membudidayakan jamur tiram. Bahkan ia berhasil melakukan penelitian pembudidayaan jamur tiram tersebut. Sayangnya, kesulitan dan kendala banyak ia temui. Niat saja tidak cukup tanpa moda dan lahan usaha. Damara, adiknya berhasil lulus. Meskpun tidak sejenius kakaknya, ia bisa bekerja sebagai satu redaksi di Yogyakarta. Berkat usaha dan kegigihan Dimas. Dan pengalamannya sebagai seorang wartawan, ia kerap kali mendapat tugas ke luar negeri. Dan hal itu mennimbulkan niat dalam dirinya untuk bergabung ke sebuah perusahaan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri dengan tujuan Korea. Hal itu pun disetujui pemimpin redaksinya demi mendapatkan peluang berita terbaik dan aktual dari luar negeri. Sekalipun telah menjadi TKI dI Korea, ia masih tetap giat menulis.Terutama mengenai kemajuan TKI Indonesia di Korea. Sekalipun ada beberapa kasus tentang nasib para TKI yang kurang bagus. Dimas bekerja di salah satu mobile phone di Korea. Pagi itu, ada kabar bahwa pemilik perusahaan mobile phone tersebut akan berkunjung ketempat kerja mereka. Anton salah satu tenaga kerja asal Indonesia, menyela jalan teman-temannya menuju employee dinning room saat jam istirahat. Kunjungan pemilik perusaan tersebut memberi angin segar bagi para keryawan. Selain gaji, masing-masing karyawan mendapat bonus 5 % setiap bulannya. Gemuruh suara dari karyawan seperti memecah keheningan sesaat. Wajah-waah itu tampak ceria dan bersemangat termasuk Dimas. Dia termasuk karyawan teladan di perusaahn Park Sang Hyung., direktur perusahaan mobile phone itu. Sebagai karyawan jenius, Dimas mengusulkan sebuah usul iseng. Yaitu mengusulkan mobile phone sebagai alat komunikasi yang multifungsi. Ide itu muncul ketika ada briefing karyawan mengenai kesalahan kerja karena kurangnya alat komunikasi antar karyawan. Karena hal itu pula, ia mendapat tantangan dari perusahaan untuk merakit hasil temuannya tersebut. Dan ia berhasil. Keberhasilan Dimas meningkatkan hasil kinerja perusahaan, mengundang perhatian banyak orang di perusahaan tersebut. Termasuk pemilik perusahaan Park Sang Hyun. Keuletan, ketekunan dan kejeniusan yang dimiliki Dimas membuat pemilik perusahaan mobile phone terbesar di Korea tersebut untuk mendidiknya. Dan bersedia menggajinya lebih besar lagi, asal Dimas bersedia membantunya. Dimas menyanggupi permintaan Park Sang Hyun. Dan ia pun mengikuti pelatihan khusus. Dimas ditempatkan di salah satu ruangan tertutup yang dijaga oleh dua orang bodyguard asal Rusia dan Hungaria, bernama Aleksei dan Fulop. Keduanya adalah ajudan bertubuh kekar, berkulit putih dan berhidung mancung. Sesuai perjanjian dengan Park Sang Hyun, Dimas diperbolehkan libur pada hari yang telah dipilihnya. Dimas pun memilih libur pada hari Jum'at dan berangkat ke Daegu untuk menjalankan kewajibannya melaksanakan shalat Jum'at. Selama mengikuti pelatihan dari Park Sang Hyun, komunikasi Dimas dengan orang luar dibatasi. Hal ini menimbulkan kecurigaan pada Damar. Bahkan kontribusinya untuk surat kabar tempatnya dulu bekerja ketika di Yogyakarta tidak lagi terpenuhi. Kesibukannya dengan Park Sang Hyun telah menyita waktunya hampir 90%. Dimas dipertemukan dengan beberapa orang pilihan dari berbagai negara yang berbeda. Ada Hyu Rin dari Korea, Anne dari Rusia, Yang Wei dari Cina, dan Shige dan Juno dari United State. Merekalah yang akan bekerja sama dengan Dimas mewujudkan misi Park Sang Hyun. Waktu terus berjalan, tidak terasa hampir dua tahun Dimas menjalani pelatihan itu. Dimas dilarang keluar dari tempat ia menjalani pelatihan. Lambat laun ia lupa pada teman-temannya bahkan keluarganya. Karena pada akhirnya Park Sang Hyun melanggar perjanjian awal. Namun Dimas tidak melakukan protes apa pun. Karena otaknya masih bisa diajak bekerja sama. Banyak hal dari kehidupan mereka yang telah terampas. Namun tidak ada gunanya utuk kembali. Mungkin sudah nasib mereka yang harus bekerja dibawah kekuasaan Park Sang Hyun. Dimas, Hyun Rin dan Anne dipindahkan dari Korea ke Hongkong. Ketiganya berubah nama. Dimas menjadi James, Anne menjadi Faye sedangkan Hyun Rin berubah nama menjadi Kanna. Tidak kalah dengan Park Sang Hyun sendiri berubah nama menjadi Jake Rudolf (JR).Namun, tidak ada penjelasan bagi mereka. Karena segala sesuatunya telah diatur atas perintah Park Sang Hyun. Dan ketiganya akan menjalankan tigas baru dengan nama baru dan mungkin suasana baru di Hongkong. Disinilah ( Hongkong ) Dimas, bertemu dengan seorang wanita berjilbab bernama Erni. Awalnya wanita itu tidak mau buka mulut tentang identitasnya. Karena ia lebih memilih diam setiap kali Dimas bertanya. Namun, kegigihan Dimas mencari tahu identitas perempuan itu berbuah hasil. Erni adalah seorang TKW asal Indonesia. Pembicaraan lebih jauh berlanjut ketika Erni meminta nama facebook James. Sekalipun dilarang, keduanya sering ngobrol lewat Facebook JR menanamkan suatu doktrin secara perlahan tapi pasti, bahwa apa yang seharusnya menjadi miliknya tentu akan ia perjuangkan dengan maksimal. Termasuk memiliki aset-aset hidup terbaik, seperti Kanna, James dan Faye. Ketiganya telah memiliki satu prinsip dan satu tujuan dibawah kekuasaan JR. Menurut JR, tujuan misi ini adalah membantu perkembangan negara-negara tertinggal. Terutama di Asia Tenggara. Suatu kali, JR menyuruh James mempersiapkan peta negaranya. Entah mengapa JR begitu tertarik dengan peta yang telah ditunjukkan James. Hal ini menimbulkan reaksi aneh, semacam sindiran AG ( Albert Geinsten, asisten hacker Faye, berkebangsaan Tunisia ). Muncul berbagai pertanyaan dalam benak James. Sekalipun hal itu sudah sering dilakukan oleh AG, namun kali ini terasa berbeda. Sepertinya AG menyimpan rahasia yang tidak diketahui oleh James. Kecurigaan demi kecurigaan mulai bermunculan. Salah satunya ketika James dan Kanna memeriksa sebuah tabung kiriman dari Rusia dengan kode H1N1. Yang ternyata adalah virus mematikan. Ditambah lagi ketika JR, menyebut-nyebut tengah bekerja sama dengan pemerintah Kore Utara. Diam-diam Kanna mulai mempelajari banyak tentang JR dan tujuan dari pekerjaan mereka. Kecurigaan lain adalah ketika James, Kanna, Faye dan Erni ditugaskan untuk berkeliling dibeberapa pusat di Hongkong yang sering didatangi para pengunjung. Erni pamit untuk shalat, namun secara tiba-tiba AG mencengkram tangannya dan membawanya pulang tanpa sepengetahuan James, Kanna dan Faye. **** Di Yogyakarta, Damar mendapat SMS dari seorang tetangganya yang mengatakan jika ibunya pingsan di pasar dan sekarang berada di RS PKU. Dengan cepat Damar pulang dan menemui ibunya di rumah sakit. Dari keterangan yang didapat dari dokter, payudaranya harus segera dioperasi dan diangkat. Itupun harus dilakukan di rumah sakit pusat karena peralatan medis di rumah skit tersebut masih kurang lengkap. Ibunya bertanya pada Damar tentang Dimas. Damar berencana akan menyusulnya. Setelah menapat informasi dari petugas bank mengenai asal transferan uang yang dikirim oleh Dimas. Transferan uang tersebut berasal dari Hongkong. Damar mulai mengajukan proposal demi ketidaksabarannya menunggu perintah meliput buruh migran di luar negeri yang semakin merebak dari tahun ke tahun. Proses demi proses ia jalani hingga propsalnya disetujui. Bahkan ia mendapat satu tugas membentuk satu cabang redaksi yang bisa dibuka di Hongkong, Korea, Singapura, dan Taiwan dengan merekrut buruh migran yang yang belum terekspos media. **** JR menyuruh James keruangannya untuk membicarakan sesuatu. James kaget dan merasa malu ketika JR menunjukkan beberapa informasi tentang negaranya. JR membuka berbagai kebobrokan negaranya. Diantaranya kasus korupsi yang mewabah dikalangan pejabat Indonesia beserta data-data lengkap para pelaku kejahatan publik tersebut yang berhasil dijarah oleh anggota rahasia JR. JR menawarkan bantuan pada James untuk mengubah sistem pemerintahan di negaranya.Dengan caranya sendiri.Sekalipun sudah pernah kecewa dengan sistem birokrasi di Indonesia, namun James tetap bersikukuh tidak mencampuri urusan para aparat di negaranya.Lagi-lagi JR menawarkan hal mudah bagi James namun ia tetap tidak setuju dengan tawaran JR. Hingga JR menyerah dan menyimpulkan baik dengan atau tanpa persetujuan dari James ia akan membantu memperbaiki kemelut di negara James. James tiba-tiba teringat pada ibunya. Ia tersadar tidak pernah menyentuh HP untuk sekedar menanyakan bagaimana kabar dan keadaan rumah. Bahkan seakan ia tidak peduli keberadaan ibunya yang pasti sangat mencemaskan dirinya. **** Damar menginjakkan kak di negeri Tirai Bambu dengan selamat. Perjalanan yang cukup melelahkan baginya. Namun hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk menemukan orang yang dia cari. Ia dijemput dibandara oleh sahabatnya bernama Irkham. Damar tidak merasa ada masalah dengan kegiatannya merekrut beberapa kontributor dari buruh migran berbakat untuk korannya di Indonesia. Namun, ia masih merasa kesulitan dengan masalahnya sediri. Pencarian kakaknya, Dimas belum menemukan titik terang. Padahal ia sudah sering berjalan di seputar Hongkong Island bahkan menginjakkan kai ke New Territories untuk mencari tahu seseorang yang sangat mirip dengannya. **** JR memperjelas semua maksudnya tanpa menata mimik James yang hampir seperti mayat. Pucat dan meradang. James berusaha mengendalikan dirinya, kecurigaannya membuktikan bahwa dia buakanlah orang bodoh, namun terbodohi oleh liku-liku skenario yang telah disiapkan oleh JR untuknya. Komunikasi rahasia yang terjalin antara James dan Erni telah diketahui oleh JR. Bahkan pertemuan-pertemuan James dengan teman-temannya tanpa sepengetahuan JR, telah terungkap. Dan itu menimbulkan kecurigaan dalam diri JR. Jeritan ketakutan terdengar dari lorong gelap berlumut dan lembab. Seorang tahanan baru digelandang tanpa ampun dan dimasukkan kedalam kerangkeng segi empat yang hanya bisa menanpung seseorang dalam posisi jongkok. Erni kini mendekam dalam kerangkeng tersebut. Kesalahan yang ia buat dianggap melebihi batas toleransi.Hanya karena sebuah informasi.Karena di villa itu, informasi merupakan sesuatu yang harus dijaga melebihi harta karun. Dua hari setelah perbincangannya dengan James, adalah hari terakhirnya menghuni villa mewah. Dengan pekerjaan yang baginya jauh lebih menyenangkan dibandingkan terkurung dalam ruangan pengap dan gelap itu. Albert Geinstein telah memasang perangkap untuknya. Ia berhasil dengan mudah mengetahui bahwa Erni melakukan komunkasi melalui jejaring sosial dengan menggunakan notebooknya. Notebook itu telah mereka curi dan akun Facebook Erni telah dibajak dengan mudah oleh AG. **** Layar besar telah terbentang dengan berbagai slide gambar pengeboman, aksi bom bunuh diri, perang saudara, dan sindikat terorisme yang mengacaukan sebagian besar wilayah Indonesia. Semua mata menajamkan Visualisasi pada layar itu, terutama Faye, Kanna, dan James. Ketiga orang baru dalam dunia kegelapan itu, pemandangan asli yang pertama mereka lihat sejak hampir tiga tahun bekerja pada JR. James dan Faye saling berpandangan dengan keterkejutan yang besar. Gambar tentang pengeboman Bali tahun 2002, pengeboman Hotel Rich Carlton, bom bunuh diri yang merebak dari tahun ke tahun. Menjamurnya terorisme di Indonesia dan berbagai negara, serta gambar yang membuat seluruh isi ruangan bingung adalah tumpukan uang. Lalu slide itu ditutup dengan beberapa anggota komisi penting pemerintah Indonesia menghadap pada tumpukan ung yang tertata rapi di depan mereka. " Negara seperti ini yang harus diubah, sayang sekali negara yang sebenarnya kaya. Namun pemerintahnya hidup lebih baik dengan cara mengurangi jumlah penduduknya" lanjut JR. Gemuruh didada James belum juga reda, ia semakin memberontak. Tapi ia harus bisa menguasai emosinya demi keselamatannya dan orang-orang yang menjadi korban kebodohannya. **** Gelang Dimas yang ditemukan oleh Damar di dekat hutan lindung The Peak. Memeberinya petunjuk, jika Dimas tidak jauh dari sekitar tempat itu. Untuk kedua kalinya, ia mendatangi tempat itu. Masih dengan misi yang sama. Menemukan Dimas dan membawanya pulang. Seseorang tengah menantikan kedatangannya dengan cemas. Dan tak lain orang itu adalah ibunya. Kegelapan tiba-tiba menghalangi pandangan Damar. Seingatnya, baru saja ia berada di sekitar hutan lindung The Peak. Entah mengapa seketika semua berubah gelap. Dan ia mendengar suara seorang perempuan yang bertanya padanya. Mengapa ia berada disini. James bersama beberapa pengawalnya menuju penjara bawah tanah. Hatinya berdegup kencang, sebelumnya tak pernah ia merasakan tekanan yang begitu dahsyat dari dalam dirinya. Sejak bertahun-tahun ia tidak bertemu dengan saudara kembarnya,justru saat ini mereka dipertemukan dalam situasi yang sulit. Pengap dan dingin menyambut kedatangan mereka. James seketika membayangkan kondisi Damar dan Erni. yang kemungkinan akan membeku dalam suhu lebih rendah daripada di dataran. " Apa yang kau lakukan disini?" tanya James datar tanpa menyebut nama Damar. " Persetan dengan pertanyaanmu, seharusnya aku yang bertanya. Saudara macam apa kau ini? apakah kamu sudah silau dengan keadaanmu sekarang? Penjahat! Kau bahkan telah menelantarkan Ibumu yang sedang sekarat. Sebesar itukah mimpimu? Erni meneteskan airmata ketika mendengar perdebatan diantara dua saudara kembar itu. " Au sudah tahu semuanya.Bahkan kau tidak lagi mengingat kata-kata Bapak. Harga dirimu telah kau jual hanya demi kejayaan? Kau tahu, aku menemukan gelang ini disekitar Peel Rise, mungkin Tuhan menunjukkan padaku keterangan yang sangat jelas, bahwa orang yang aku cari ada di sekitar sini. Dan dengan jujur aku katakan, aku lebih memilih menemukan mayatmu darpada menemukanmu masih hidup sebagai seorang teroris" Damar telah kalap dengan kekecewaan. Matanya berkaca-kaca. **** Virus X sempurna menjadi H1N07- Super Swine telah dikirim ke gedung dimana JR tinggal. Itu artinya, sebentar lagi JR akan menguasai dunia. Tepat pada 31 Desember sebelum pergantian tahun Virus itu akan disebarkan. Bagi yang tidak mendapat antidote maka tamatlah riwayatnya. Seelumnya, James telah menjelaskan pada Erni, Damar dan tahanan lainnya supaya tidak kemana-mana sebelum ia mengintruksikan lebih lanjut. James menyuruh Aleksei dan Fulop, supaya memberitahu Erni dan Damar agar tidak melakukan tindakan apa-apa, sampai pada pergantian tahun 2012. AG yang sedang sibuk mengurusi penyebaran virus mematikan itu, memberi keleluasaan pada dua bodyguard JR yang ternyata lebih membela James dibandingkan bos yang selama ini telah menggaji mereka. Tugas James mengatur persiapan telah selesai, hanya menunggu esok yang ia harapkan sebagai babak akhir perjuangannya. Ada kerinduan yang dalam pada kedamaian dan pada keindahan kasih-NYA. Membuat bulu kuduknya meremang ketakuta Apakah ia akan menuai kematian setelah ini? atau ia masih akan dipertemukan dengan ibu tercintanya di kampung kelahirannya.Airmatanya menetes. **** Hongkong, 1 Januari 2013 James memasuki kamar JR, keika pemimpin teroris itu masih terlelap dalam tidur. Ketika mengetahui kedatangannya, JR tersenyum bangga, seraya berbasa basi dengan siap atau tidaknya ia menguasai dunia. Dan ia berpikir jika James telah berhasil menguasai dunia. James yang tidak sepenuhnya berpihak pada JR, saat itu menentangnya. James berhasil melumpuhkan pemimpin teroris dunia itu beserta sekutunya. Dan berhasil menyelamatkan orang-orang yang berpihak padanya. KESIMPULAN : Mbak Mell Shaliha berhasil menciptakan novel yang luar biasa. Pembaca diajak lebih mengenal teknologi yang dipadukan pada kisah saudara kembar yang benar-benar membuat pilu. Novel sarat makna moral yang bisa menjadi bahan pelajaran bagi semua orang.

Jumat, 22 November 2013

(cerpen) Sampai Akhir

Wajah itu terlihat sangat cantik. Seolah ia tersenyum kearah Fredo. Memandangnya, hanya menyisakan perih dalam hati pria itu. Masih jelas dalam pikiran Fredo ketika ia mengikat janji sehidup semati bersama Janet. Dihadapan Tuhan ia pernah berjanji untuk tetap setia kepada wanita yang telah menjadi pilihan hatinya itu. Senyum dari bibir Janet yang laksana mawar merah baru merekah menambah kebahagiaan dihatinya. “ Ini adalah ikrarku dalam hati. Bahwa aku akan selalu ada dalam situasi apapun dihidupmu” bisiknya lembut di telinga Janet. Terpencar rasa haru dipelupuk mata Janet. Setetes air bening jatuh seketika dari matanya yang lentik. Sekitar lima tahun yang lalu, ketika secara tidak sengaja Janet hampir saja terpeleset jatuh ke paret. Setelah disuruh dosennya membawa seabrek buku setebal buku-buku mantra di serial Harry Potter di perpustakaan Howguart. Kebetulan Fredo berpapasan dengan Janet dan hampir saja buku-buku dalam genggaman Janet menimpa Fredo. Cinta pada pandangan pertama, mungkin itulah awal dari cerita cinta mereka. “Aku mencintaimu Fred!” ujar Janet. Airmatanya tidak berhenti menetes. “Apa yang sedang engkau pikirkan?” tanya Fredo curiga, setelah menyaksikan bulir-bulir airmata Janet yang semakin deras mengalir. “Ini menandakan bahwa aku sedang berbahagia. Karena pada akhirnya aku berhenti pada cintaku yang sebenarnya” ucapnya. Senyum Fredo kembali merekah. Rasanya tak ingin hari ini cepat berlalu. Bertemu, mengenal, menjalin cinta hingga menyatukan cinta lewat pernikahan yang sakral dengan Janet, menciptakan bahagia yang tidak ternilai bagi Fredo. **** Tetapi inilah cinta, tidak pernah pamit ketika ia pergi. Dan datang kembali secara tidak terduga. Satu bulan setelah resepsi pernikahan, mereka yang sederhana telah berlalu. Kehadiran Janet dalam hidup Fredo membuat hidupnya terasa lebih indah. Tidak pernah sekalipun ada keluhan yang terucap dari bibirnya. “Mengapa wajahmu terlihat pucat sayang!” kata Fredo sepulang kerja ketika mendapati Janet terkulai lemas di sofa. “Saya mual Fred!” jawabnya ringan. “Kita harus segera ke rumah sakit” kata Fredo khawatir. Dengan sigap Fredo meraih kembali kunci motor yang baru saja ia letakkan diatas meja. Pikirannya diliputi rasa cemas. Takut terjadi sesuatu yang buruk pada Janet, istrinya. Melihat Fredo panik, petugas rumah sakit dengan cepat membawa Janet ke ruang perawatan. Jantung Fredo berlaju semakin kencang saja. Otaknya dipenuhi rasa cemas. Wajahnya saja sudah terlihat lusuh. “Apa yang terjadi dengan istri saya dok?” serbunya ketika dokter keluar dari ruangan tempat Janet tengah dirawat. Dokter hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Fredo terlebih dahulu. “Istri bapak tidak apa-apa. Dan sepertinya, ada kabar baik. Istri anda sedang hamil” jelas dokter. Rona wajah Fredo yang sedari tadi pucat karena cemas, kini berubah cerah. Karena sebentar lagi ia akan menjadi seorang bapak dari hasil cintanya dengan istri yang sangat ia cintai. “Jangan terlalu cemas, apakah anda tidak dapat membaca tanda-tanda bahwa istri anda sedang hamil sebelumnya?” tanya dokter ketika Fredo mengikutinya dari belakang menuju ruang administrasi. “Maklumlah dok, sebagai pasangan muda, saya belum paham betul dengan tanda-tanda kehamilan seperti yang sedang dialami istri saya” jawab Fredo malu-malu. Wajahnya merah karena merasa telah dipermalukan oleh kekurangtelitiannya pada istrinya sendiri. Tanpa permisi terlebih dahulu pada dokter, Fredo sudah menghilang. Dokter hanya bisa geleng kepala sambil tersenyum sendiri melihat rasa gembira Fredo. Ia menatap istrinya bangga. Dasar memang wanita terkadang cengengnya tidak bisa ditahan. Janet kembali menitikkan airmata. Yah! Airmata bahagia. Fredo merangkul istrinya penuh kasih. Dikecupnya kening Janet. “Terimakasih sayang, maafkan aku jika kurang memperhatikanmu selama ini” ucap Fredo lembut. **** Telepon genggam milik Fredo bordering ketika ia baru saja memarkirkan sepeda motornya di garasi. “Ada berita bagus bu!” serunya tiba-tiba pada orang yang tengah menghubunginya. “Berita bagus apa do?” “Saat ini Janet sedang mengandung, dan saya sangat bahagia bu!” serunya lewat telepon. Lama tidak terdengar sahutan dari ibunya, entah apa yang tengah dipikirkan wanita paruh baya itu. “Ibu kok diam? Apa ibu tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Fredo penasaran. “Sudahlah do, ibu tidak ingin membahas itu sekarang” ketusnya. ‘Tapi mengapa bu?” “Dari dulu ibu sudah tidak setuju kamu menikah dengan wanita kampung itu”. Teriris hati Fredo mendengar jawaban ibunya. Mengapa ia mengungkit lagi masalalu itu setelah kini ia mendapat kebahagiaan yang sesungguhnya dari Janet. Wanita tua itu benar-benar sudah rabun mata hatinya. Mengingat soal Janet dia seperti menghadapi musuh bebuyutan. Entah mengapa ia sangat membenci wanita sebaik Janet. Bahkan dulu Fredo harus ekstra keras untuk mendapat restu darinya untuk dapat menikahi Janet. Fredo tidak mau dianggap sebagi anak durhaka, makanya ia berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh restu darinya. Awalnya semua baik-baik saja, ketidaksukaan ibunya pada Janet bisa diatasi. Walau kini, wanita itu kembali mengungkit luka lama itu. “Siapa Fred?” tanya Janet tiba-tiba. Seketika wajah Fredo pucat pasi. “Oh, ibu” jawabnya gugup. “Kok mukanya tegang begitu? Ibu bilang apa?” Janet mulai penasaran. “Ibu hanya menanyakan kabar kita saja” “Mengapa tiba-tiba ibu menanyakan kabar kami? Bukankah selama ini ibu tidak suka denganku?” pikir Janet seketika. Terungkit kembali sewaktu Janet menerima kata-kata kasar dari wanita tua itu. “Saya tidak tau asal-usulmu dan latar belakang keluargamu. Saya heran mengapa anak saya bisa mencintai wanita yang tidak jelas seperti kamu?”. Bahkan ia menanyakan semua hal dari A samapai Z. Latar belakang pendidikan, pekerjaan orangtuanya, sampai-sampai gelar yang dimiliki orangtua Janet. Apakah cinta mengenal itu semua?. Sepertinya tidak. Sekali lagi keteguhan cinta mereka mampu mengatasi kebekuan dihati ibu Fredo. Namun, wanita tua itu belum berhenti sampai disitu. Sebelum Fredo memutuskan untuk pindah dari rumah ibunya, mereka menetap disana selama beberapa minggu. Janet kerap kali diperlakukan seperti upik abu di rumah itu. Belum lagi kalau ibu Fredo dengan sengaja mengundang gadis-gadis putri para kerabatnya. Ia akan blak-blakan membandingkan mereka dengan Janet. Dan tidak jarang membuatnya malu dihadapan gadis-gadis itu. Dimatanya Janet hanya wanita yang tidak memiliki rasa malu karena dengan berani telah mau dinikahi oleh Fredo. Hingga kini, Janet masih menyimpan semua perlakuan ibu mertuanya yang keji itu. Tidak pernah sekalipun ia mencerita hal itu pada suaminya. Sekali lagi, cinta mampu meredamkan semua itu. “Sampai kapan pun keluarga ini tidak akan bisa menerima kamu” tegas ibu Fredo kala itu. Ada rasa malu dihati ibunya ketika Fredo memutuskan gadis dari keluarga sederhana seperti Janet. Maklum, begitulah aturan dalam keluarga ningrat seperti yang dianut keluarga Fredo. Aturan itu tidak mengenal rasa cinta. Yang terpenting tajir, terpandang dan sesuku, sudah cukup memenuhi persyaratan untuk masuk sebagai anggota keluarga yang sah. Akan tetapi bagi Fredo, hal itu adalah pemikiran yang dangkal. Tidak selamanya kekayaan jadi syarat utama dalam hidup ini. Bahkan demi mempertahankan prinsipnya itu, ia rela dihapus dari daftar hak waris ibunya. Memiliki Janet dan bisa hidup dengannya selamanya sudah cukup baginya. “Apa yang sedang kau pikirkan sayang?” tanya Fredo. “Tidak apa-apa Fred” jawab Janet datar. “Jangan terlalu banyak berpikir yang tidak baik, ingat kesehatan kamu dan bayi kita” ujarnya seraya membelai perut Janet yang semakin membuncit dan kemudian menuntunnya masuk. **** Fredo mondar-mandir di koridor rumah sakit. Baru saja ia mengantar Janet kerumah sakit. Sore ini, Janet mengalami pendarahan hebat. Bahkan air ketubannya sudah pecah. Itu tandanya waktu untuk melahirkan telah tiba. Semenjak diperingati dokter kala itu, Fredo tidak pernah absen membawa Janet cek kehamilan ke dokter kandungan. Bahkan ia kerap membaca artikel tentang kehamilan. Rasa was-wasnya seketika terhenti, setelah mendengar tangisan bayi dari ruang persalinan. Wajahnya kembali bersinar. Tanpa aba-aba dan tanpa minta ijin terlebih dahulu, ia menyerbu masuk ke ruang persalinan. Tangisnya tidak lagi terbendung ketika menggendong bayinya. Dirangkulnya erat tubuh Janet seraya mengeluarkan airmata bahagia. Sungguh ia telah menjadi ayah yang paling berbahagia di dunia ini. Wajah bayi itu persis seperti Fredo dan matanya seindah mata Janet. Teduh dan damai. “Terimakasih sayang” ucapnya seraya mendaratkan ciuman di kening Janet. Sementara Janet tidak mampu berkata-kata lagi. Airmatanya terus mengalir tanpa henti. **** “Kamu tidak masuk kerja?” tanya ibunya pada Fredo, ketia ia datang menjenguk Janet untuk yang pertama kalinya. “Saya sudah ambil cuti untuk beberapa hari bu” jawab Fredo. “Pekerja macam apa itu? Ambil cuti lama-lama. Professional dong!” ketus ibunya. “Tidak apa-apa bu. Fredo ingin memperhatikan Janet dulu. Dia kan masih perlu bantuan. Lagi pula, perusahaan bisa mengerti dan memberi ijin pada Fredo bu. Jadi ibu tidak bisa khawatir” jelas Fredo. “Persalinan Janet sudah beberapa hari yang lalu, masa dia tidak bisa ditinggal sendiri? Dulu ibu tidak secengeng dia waktu melahirkan kamu dan kakak-kakak kamu” bantah ibu Fredo tidak puas, diliriknya Janet dengan muka masam. Fredo tidak menjawab apa-apa lagi. Karena urusannya akan semakin panjang kalau ia melayani omongan ibunya. **** Rafael Alfredo adalah nama jagoan kecil Fredo dan Janet. Semakin hari bocah itu semakin bijak saja. Tingkahnya selalu saja menghadirkan keceriaan ditengah keluarga kecil itu. Tak lupa Janet selalu mengajarkan Rafa tatakrama ketika berhadapan dengan orang lain. “Ini nenek Uti, ayo kasih salam” ujar Fredo pada Rafa ketika ibunya datang menjenguk cucunya. Bukannya menyalami, Rafa malah lari sembunyi dibalik punggung ibunya. “Tidak boleh begitu sayang. Ayo kasih salam pada nenek” bujuk Janet. Dengan berat hati, Rafa menyalami tangan neneknya secara spontan. Kemudian sembunyi dibalik punggung ibunya. Tidak pernah Rafa bersikap seperti itu. “Apa engkau mengajarinya untuk membenciku?” sindir ibunya pada Janet. “Apa yang ibu bicarakan? Tidak ada ibu yang mengajari anaknya berbuat yang tidak baik” bantah Fredo mendahului Janet. “Siapa tau saja dia mau balas dendam pada ibu” “Untuk apa aku harus balas dendam pada ibu. Sementara ibu tidak melakukan hal yang buruk terhadapku” jawab Janet. Ia berusaha menutupi semua keburukan mertuanya pada Fredo. Walaupun luka itu masih tersisa hingga kini dihatinya. “Ingat Janet, aku tidak akan membiarkan kau meracuni pikiran cucuku” tegas ibunya. “Kalau ibu datang hanya untuk memojokkan Janet, lebih baik ibu tidak usah berkunjung kesini” bantah Fredo. “Hebat sekali, bahkan engkau telah berhasil menguasai pikiran anakku. Sehingga ia berani mengusir ibu yang telah melahirkannya” “Cukup bu! Sampai kapan ibu berhenti menyalahkan Janet?” “Sampai dia benar-benar keluar dari kehidupan kita” ujarnya seraya bangkit berdiri dan berlalu pergi. Janet hanya menunduk menerima semua pernyataan kasar dari ibu mertuanya. Wajahnya telah dibasahi airmata. “Maafkan semua perlakuan ibu tadi sayang!” ucap Fredo. Dirangkulnya Janet dengan erat. Dan hal itu mengundang perhatian Rafa. Bocah kecil itu tersenyum penuh arti. Ia keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri Janet dan Fredo. **** Semakin lama luka dalam dihati Janet tidak lagi bisa dipendam. Beban pikiran yang selama ini ia emban telah menimbulkan penyhakit baru. Semakin lama tubuhnya semakin lemah. Namun ia selalu berusaha menutupi semua itu dari Fredo. Ia tidak ingin suaminya tau kalau ia tengah menderita. Secara diam-diam ia memberanikan diri memeriksa kesehatannya ke dokter. Hingga pada akhirnya ia divonis mengidap penyakit gagal ginjal oleh dokter yang telah memeriksanya. Awalnya ia selalu berhasil menutupi penyakitnya dari Fredo. Tapi tetap saja pria itu berhasil mencium bau rahasia yang tengah ditutupi Janet. Kecurigaan Fredo berawal ketika pada suatu sore sepulang kerja. Ketika ia hendak mengganti baju kerja dan menemukan secarik kertas hasil lab atas nama istrinya. Dari hasil itu dijelaskan kalau Janet tengah mengidam penyakit gagal ginjal. Jantung Fredo berdetak kencang dan ingin copot rasanya. Dengan langkah seribu ia cepat-cepat mencari Janet. Fredo mendapati Janet tengah asik bermain dengan Rafa di halaman. “Sayang main sendiri dulu ya! Papa sama mama kedalam sebentar” bujuk Fredo sambil mengelus rambut Rafa dengan lembut. “Ada Fred?” tanya Janet curiga. Fredo masih diam dan terus menarik tangan Janet masuk kedalam menjauh dari Rafa. “Tolong jelaskan, apa yang terjadi? Apa maksud dari surat ini?”. Suara Fredo mulai meninggi. Janet hanya terdiam, mulutnya masih terbungkam tidak mampu ia buka. “Maafkan aku Fred. Aku bukannya ingin menutupi penyakitku dari kamu dan Rafa. Aku hanya ingin menunggu waktu yang tepat untuk bicara. Sampai aku benar-benar siap” ucapnya pilu. Janet bersimpuh di kaki Fredo. “Ternyata kamu tidak sayang padaku dan Rafa. Kamu tega menyembunyikan hal ini dari kami” kata Fredo. Titik-titik airmatanya mulai mengalir. Sementara Janet masih terduduk lemah dikaki Fredo. Lama-kelamaan ia merasa tubuhnya oleng. Janet tidak lagi bisa menahan keseimbangan tubuhnya. Tiba-tiba ia roboh tepat dikaki Fredo. Fredo yang tidak menyadari hal itu masih berdiri tegap memperhatikan suasana diluar sana. Pandangannya terarah jauh entah kemana. “Aku dan Rafa…..” mulutnya terhenti ketika menoleh kearah Janet yang sudah tergeletak lemas di lantai. “Sayang kamu kenapa???” serunya seraya mengguncang tubuh Janet yang telah terkulai lemas di lantai. Tiba-tiba saja otaknya tumpul tidak bisa berpikir apa-apa. Dibopongnya tubuh Janet ke mobil dengan langkah seribu. Sebelum ia pergi, terlebih dahulu dititipnya Rafa kepada tetangga yang selama ini telah berhubungan baik dengan mereka. Fredo tidak lagi menghiraukan rengekan dan tangis dari Rafa. **** “Apalagi yang kamu pikirkan do?. Ceraikan saja Janet” tawar ibunya tanpa memikirkan perasaan Fredo. “Tega sekali ibu bicara seperti itu dengan kondisiku yang seperti sekarang ini. Dimana rasa perikemanusiaan ibu?” balas Fredo kesal. Otak orangtua ini benar-benar sudah sangat keras. Bukannya memberi kekuatan pada putranya, ia malah menawarkan hal yang tidak mungkin Fredo lakukan. Ibunya salah besar jika ia harus membujuknya untuk menikah lagi dengan keadaan Janet seperti ini. “Janji yang telah kuucapkan dihadapan Tuhan, bukan hanya sekedar janji. Janet dan Rafa adalah nyawaku. Mereka adalah nafasku bu! Jadi jangan pernah memaksa Fredo untuk menuruti semua ide konyol ibu itu” tolak Fredo. “Tapi do, apa kamu siap mengurus istri yang penyakitan seperti Janet? Ingat do, seluruh waktu kamu akan terkuras habis untuknya. Pekerjaan kamu akan terbengkalai olehnya” “Cukup bu! Cukup! Ini sudah menjadi kewajibanku sebagai pelindung di keluargaku. Jangankan pekerjaan, nyawaku pun akan kupertaruhkan demi Janet dan Rafa. Ibu puas!!” bentak Fredo keras. Ibunya benar-benar memancing Fredo naik pitam. Tidak ada lagi cara yang dapat wanita itu lakukan sekarang. Jurus-jurus jitunya tidak lagi mampu mengalahkan kekokohan iman Fredo. Pandangannya kembali melayang kearah Janet tengah dirawat. Ingin rasanya Fredo menggantikan posisi Janet berbaring disana. Tak dapat ia bayangkan rasa sakit yang harus ia tanggung demi mempertahankan hidupnya. “Jangan biarkan semua kebahagiaan ini terenggut begitu saja ya Tuhan. Berikan kekuatan pada istri hamba. Jangan biarkan ia menahan rasa sakit begitu lama” pinta Fredo dalam sebait doanya. **** Sekarang Fredo telah mengetahui semua. Diteguhkannya pengharapan akan hadirnya keajaiban demi kesembuhan istri yang sangat dikasihinya. Hampir dua bulan ini Janet mendekam di rumah sakit. Bahkan ia telah melakukan proses cuci darah selama tiga kali. Doa-doa yang terucap lewat bibir orang yang sangat dicintainya telah membuat ia mampu bertahan hingga sejauh ini. Diprediksikan umurnya didunia tinggal menghitung minggu. Tetapi cinta telah menguatkannya hingga lebih dari ramalan para manusia medis itu. “Berjanjilah untuk tidak sedih jika nanti terjadi sesuatu padaku” ucap Janet. Sebulir airmatanya menetes dipipi. “Kita akan tetap bersama disini sayang. Selamanya” kata Fredo. Digenggamnya jemari Janet erat. Sebenarnya ia juga tau kalau hal buruk tengah menghadang Janet di depan. Namun, ketulusan cintanya pada wanita itu menuntutnya untuk tetap kuat. Tetap berdiri kokoh walau sebesar apapun badai yang akan datang menghantam. Ia mencoba membangun kesetiaan dan keteguhan hati setegar karang di laut. Walau sebesar apapun ombak menghempasnya, namun ia tetap mampu berdiri kokoh. “Berikanlah kebahagiaan pada Rafa, anak kita. Jangan biarkan ia sendiri. Dan jangan membiarkan dirimu kesepian. Hadirkan seseorang yang dapat mewarnai rumah kita kembali” “Kumohon, jangan paksa aku untuk memilih cinta yang lain. Semakin engkau memaksa, semakin aku tidak perduli dengan ide konyolmu itu. Berjanjilah untuk tetap disini bersamaku dan Rafa. Jangan biarkan kami kesepian” pinta Fredo pilu. Janet tak kuasa menahan tangis mendengar permintaan iba itu. Dipandangnya langit-langit ruangan itu. Ada maut yang tengah mengintai nyawanya disana. Sembunyi dibalik tirai, mengendap-endap dibawah tempat tidur dan samar-samar menyelinap dibawah bantal. Sungguh pemandangan kasat mata yang mengerikan. **** Baru saja Fredo hendak bergegas meninggalkan rumah dan bersiap ke rumah sakit. Tiba-tiba ada seorang gadis menemuinya. Kalu bisa ditebak, kira-kira wanita itu masih berusia 24 tahun. Bodinya seksi. Ia menggunakan gaun malam berwarna putih dan sedikit transparan. Sementara Fredo masih bingung menyaksikan tingkah wanita itu. Semakin lama ia semakin dekat kearah Fredo. “Mau kemana mas? Kok buru-buru?” ujarnya sambil mendaratkan jemarinya di punggung Fredo. Ia tidak tau darimana wanita itu berasal. Wanita itu berputar mengitari tubuh Fredo yang masih berdiri mematung. “Ada apa ya mbak?” tanya Fredo polos. “Masa sih mas tidak mengerti” ujarnya dengan tatapan menggoda. “Maaf mbak, saya buru-buru, ada hal penting yang harus saya kerjakan. Kalau memang mbak ada perlu sama saya, mbak sebaiknya datang lain kali saja. Jangan sekarang. Karena saya punya urusan penting” cegah Fredo sopan. Akan tetapi, wanita itu semakin menjadi. Ia menarik tangan Fredo. Ia bertambah bingung. Sepertinya ia harus sedikit kasar menghadapi wanita yang tidak dikenalnya itu. Fredo menghempaskan tangannya dari genggaman wanita itu. “Tolong keluar dari rumah saya sekarang. Saya tidak ada waktu untuk melayani anda” “Galak amat sih!” godanya seraya mencolek pipi Fredo. “Tolong jangan paksa saya untuk kasar sama mbak” tegas Fredo kembali. Karena merasa dipermalukan, wanita itu menghindar kemudian pergi dan menghilang dibalik pintu rumah Fredo. Untung saja iman di dada Fredo masih kuat. Sehingga ia masih mampu menahan godaan yang datang secara tak terduga itu. **** Setibanya di rumah sakit, Fredo bergegas menuju ruangan tempat Janet dirawat. Ditengah jalan ia dikagetkan oleh pemandangan yang benar-benar aneh dimatanya. Ia mengucek mata untuk meyakinkan pandangannya. Fredo tengah menyaksikan ibunya tengah berbincang-bincang dengan seorang wanita. Dialah wanita yang masuk kerumahnya barusan. Ibu Fredo dan wanita itu terlihat sangat akrab layaknya sahabat dekat. Lama Fredo memperhatikan tingkah mereka. Hingga tak sadar ia kepergok oleh ibunya. Tak ingin berurusan dengan mereka, Fredo buru-buru pergi. Fredo mendapati Rafa tengah tertidur pulas sambil merangkul tangan ibunya. Fredo terharu menyaksikan pemandangan itu. Airmatanya kembali menetes perlahan. Ia mendekat kearah mereka dan memeluknya. Tiba-tiba Fredo tersadar, ada yang aneh dengan tubuh Janet. Kini, tubuhnya terasa lebih dingin dari sebelumnya. Berbeda dengan tubuh Rafa yang masih hangat. Rafa terbangun, wajahnya terlihat lusuh. Sementara Fredo masih terdiam, dipeluknya Rafa dengan erat. Fredo meletakkan jarinya di hidung dan di urat nadi Janet. Tak ada getaran sedikit pun. “Sayang!” ucapnya. Pertama-tama pelan, tapi semakin lama semakin keras. Namun tak ada respon dari Janet. Teriakan Fredo mengundang perhatian seisi rumah sakit. Dokter bersama beberapa suster dengan cepat memasuki ruangan dan menyuruh orang-orang yang telah memenuhi ruangan untuk keluar. Tubuh Janet telah terbujur kaku. Ia tidak bernyawa lagi. Fredo yang sedari tadi masih bisa kuat, kini tidak lagi mampu untuk berdiri. Tubuhnya roboh disamping Janet yang tidak lagi bergerak. Seolah mengerti, Rafa ikut merengek disamping tubuh ayahnya yang telah roboh di lantai. Bocah itu menangis sejadi-jadinya, tidak ada yang bisa membujuknya. Ruangan itu kini berselimutkan duka. Isakan, raungan dan ratapan yang sangat pilu terdengar dimana-mana. Indah adalah kata awal dalam memulai cerita cinta,hingga pada akhirnya para pecinta harus dihadapkan pada dua situasi yang berbeda. Ada yang diakhiri dengan bahagia maka beruntunglah pecinta. Akan tetapi ada juga yang diakhiri dengan duka, dan inilah yang tidak bisa diterima para pecinta. Karena demikianlah cinta, tidak pernah permisi ketika ia datang dan tidak pernah pamit ketika ia pergi

Minggu, 10 November 2013

ketika tidak ada kata lain selain dua kata itu... ( rindu+gundah = galau )

kemarin
hari ini
dan mungkin juga besok.....

hanya rindu dan gundah yang akan menjadi isi dalam kepala
entah mengapa,
tidak pernah ada yang lebih baik daripada itu

mungkinkah dua rasa itu juga bersarang dalam kepalamu?

Selasa, 05 November 2013

Puisi dan 105.2 FM


    Masih ingat dengan saluran 105.2 FM ?
Masih ingat dengan nama pena, serta acara lomba puisi yang setiap hari minggu diadakan di stasiun radio itu?
Selalu kutunggu acara itu disetiap minggu hanya untuk mendengar puisimu dibacakan. Dan senyumku akan melebar ketika namamu berhasil sebagai pemenang. Aku akan duduk manis di depan radio dan tidak akan kemana-mana sampai nama "Maharani" disebutkan sebagai pemenang.
   
   Ah! andai saja kau tahu, jika saat ini aku sangat merindukan barisan-barisan sajak sederhana itu. Deretan kata sederhana yang terlanjur menyejukkan telingaku dan menetramkan hatiku. Aku rindu kau melukiskan cinta yang sederhana disetiap puisimu. Mencoret indahnya rasa itu disetiap deretan kata.

    Walau puisimu sarat akan cinta, namun percayalah. Akulah pendengar setia sekaligus pengagum cinta sederhanamu itu. Menurutku itu luarbiasa. Dan aku sangat merindukannya.

   Alunan musik yang bermain menyemarakkan sajak-sajak itu menjadi momen yang sangat kunanti. Setelah itu, mungkin aku akan terbawa bersama kata-kata cintamu yang semakin deras, ketika penyiar mengumandangkannya dengan indah.

Aku merindukan 105.2 FM, aku merindukan sajak-sajak puisimu . Namun aku lebih merindukan si pemilik nama pena "MAHARANI"

Kamis, 31 Oktober 2013

BeDiVaS ( JUST MEMORI )

    "Aku hanya ingin kalian tahu tentang ini" mereka mulai merapat. Dito yang duduk bersama Eva di depan kursiku membalikkan tubuh mereka. Wajah mereka kini hanya beberapa sentimeter didepanku.
" Apa?" seru Dito penasaran. Bernandus yang duduk disebelahku hanya setia sebagai pendengar. Dia lebih sibuk dengan rumus-rumus Matematika dan sesekali mengangguk mengiyakan.
" Begini rencananya" pembicaran yang tidak terencana itu mulai kubuka. Kelas dipenuhi riuh rendah suara anak-anak . Mengoceh dengan berbagai bahan pembicaraan yang tidak senada. Hingga tercipta berbagai grup gosip dimana-mana. 

  Lama suasana hening diantara kami, semua saling menatap.
" Sebenarnya ada apa?" gerutu Dito tidak sabar.
" Sabar sayang" kata Eva setengah bercanda seraya mengelus pundak Dito.
Senyum menempel dibibirku melihat kepolosan ini.
" Inilah kita, inilah yang akan kita kenang lagi esok. Semoga ini terjadi bukan hanya sekarang. Dan inilah yang sedang kurencanakan"
Dito tertawa lepas, Eva ikutan tersenyum. Sementara Bernandus bangkit meninggalkan rumus Matematikanya. "Saur ada betulnya, masa SMA memang masa paling indah dan harus selalu kita kenang" katanya menimpali.
" Hilangkan ambisi kotormu itu Dit! Itu tidak baik untuk kita" tegas Bernandus. Ia membongkar, cita-cita Dito yang tidak yang memang tidak pernah kami sukai. Walaupun itu tidak kami tau akan memang benar-benar terjadi.
Dito masih terdiam, wajahnya sedikit memerah.
Kemudian ia kembali tersenyum jenaka . " Tapi beneran deh! kelak jika aku telah menjadi orang kaya. Kalian akan kujadikan pelayanku. Tenang saja, pasti akan kubayar mahal" ocehnya.

Bernandus lemah, sedangkan Eva geleng-geleng kepala.
"Hmmmmm, mulai lagi deh!"
" Menurutku setiap orang tidak salah memiliki cita-cita dan ambisi. Tetapi balik lagi, apakah itu akan terwujud atau tidak. Tergantung usaha dia mewujudkannya" kataku menengahi. Dito menunjukkan jarinya kearahku pertanda dia setuju.

" Tapi tidak segila cita-cita Dito kale! Masa kita yang adalah sahabatnya dijadikan sebagai babu!" bantah Eva tidak setuju.
" Pelayan Ev! bukan babu" tanggap Dito.
" Pelayan hanyalah bahasa halusnya tapi sama aja artinya 'rendahan' bukan?"
Bernandus dan aku lebih memilih diam menikmati perdebatan kecil diantara mereka.

Dan kelas tak lagi seramai pasar. Suasana hening.
Bunda ( sebutan untuk guru ekonomi kami ) telah berdiri di ambang pintu menikmati perdebatan dua remaja itu yang sedar tadi tidak menemumukan solusi. Bibirku tersenyum sendiri. Namun Bernandus melerai dan memberi tanda jika mereka tengah diperhatikan seseorang. Setelah berbalik mengarah kedepan kelas wajah keduanya memerah. Dan mereka pasti tau apa yang akan terjadi setelah ini.

Bunda akan menarik kuping mereka dan penghuni kelas akan menyoraki.


Note: BeDiVaS! ini moment yang selalu kurindukan. Perdebatan kecil yang terjadi hanya karena ambisi   kecil   kita. Kepolosan yang selalu tergambar disetiap wajah yang tidak pernah merasa bersalah. Keteguhan Dito  akan cita-citanya. Kesabaran Eva menanggapi setiap perdebatan kecil ini. Dan sikap Bernandus yang tidak kutahu pasti. Yang akan diam ketika sibuk dengan rumus Matematikanya dan akan berkicau jika itu tidak disetujuinya.

Nga didia hamu saonari, adong do sihol dirohamuna lao mangulaki sasudenai? masihol situtu do au tu hamu natolu





 

Minggu, 27 Oktober 2013

( CERPEN ) Kuikhlaskan dia pergi.....

   Masih terlihat sisa-sisa hujan menetes dari atap rumah yang kulewati menuju bandara Sultan Sarif Qhasim II. Baru beberapa bulan yang lalu aku mengantar kakaku untuk menjalani terapi di Jakarta. Tapi kemarin malam, aku mendapat kabar yang membuat perasaanku sungguh tidak tenang.

  Perasaan kehilangan itu terus menguak dalam pikiranku. Tidak dapat kupungkiri, setelah sekian lama kak Laela mengidam penyakit ini mungkin akan ada titik dimana ia harus berhenti. Apa? berhenti ? Bukan itu maksudku. Lebih kepada lelah. Bahkan ia harus meninggalkan pekerjaannya sebagai Pegawai Negeri Sipil di kotaku setelah penyakit itu menggerogoti tubuhnya

  Kubuang jauh-jauh pikiran kotor yang sedari tadi berusaha memecahkan konsentrasi dalam pikiranku. yang selalu menggoyahkan keyakinanku akan adanya sebuah mukjizat yang akan terjadi pada kak Laela.
" Tuhan, jangan biarkan akun tenggelam dalam bayang-bayang ketakutan" batinku.
Kuhaturkan sebait demi sebait doa permohonan dalam hati. Cukup sudah airmata yang selama ini telah tertumpah dari mataku.Cukup sudah penderitaan yang diemban oleh kakakku selama ini. Hanya kata-kata itu yang sedari tadi kuulangi dalam doaku. Terlintas ekspresi rasa sakit di wajah kak Lela dalam benakku. Sungguh tidak tahan melihatnya. aku berusaha menepisnya dan beralih pada pemandangan diluar sana yang mungkin dapat mengalihkan ilusi menyakitkan itu.

  Sebagai orang yang lebih dekat dengannya, aku adalah orang yang selalu repot ketika penyakit itu mulai kambuh. Membawanya bolak-balik terapi sampai merawatnya ketika ia sedang berada di rumah. Rutinitasku sebagai seorang freelancer tidak menghambat hal ini. Bahkan aku rela menolak berbagai pekerjaan yang datang ketika aku mengantarnya untuk menjalani pengobatan yang lebih intensif di Jakarta. Dan menemaninya beberapa bulan sebelum aku memutuskan untuk kembali ke kota kelahiranku. Ada rasa tidak tega ketika aku pulang, dan menitipkan kak Laela pada sepupuku.
" Pulanglah, kakak disini pasti baik-baik saja" ucapnya meyakinkanku. Seulas senyum menghiasi bibirnya. Dan senyum itulah yang meyakinkanku, yangseolah memberi kekuatan untuk meninggalkannya seorang diri di kota sebesar Jakarta.

  " Kita sudah sampai di bandara pak!" seru sopir taksi yang sedari tadi kutumpangi hingga bandara Sultan Sarif Qhasim II Pekanbaru. Ada sorot iba dalam pandangan si sopir taksi terhadapku.Namun, seulas senyum kubalas pada tatapan itu yang menekankan jika aku baik-baik saja, walau hatiku sedang meringis menahan rasa takut. Takut kehilangan.
"Semoga perjalanannya menyenangkan pak! dan terimakasih sudah menggunakan jasa angkutan kami" ucap si sopir taksi ramah. Terlihat barisan gigi putih menyembul lewat senyum itu. Seolah menambah pesona kumisnya yang di potong rapi.

  Setelah mendapat informasi, ternyata jadwal penerbangan mengalami delay selama satu jam. Itu artinya aku harus menunggu.Aku terduduk di ruang tunggu sambil menikmati pemandangan bandara yang super sibuk. Mataku bisa saja berada disini. Namun jujur, pikiranku masih terpusat pada ka Laela yang tengah menungguku sambil menahan rasa sakit yang tidak dapat kubayangkan.

                                                                      ****

  Entah sudah berapa lama perjalananku dari Pekanbaru hingga sampai disini. Yang aku tahu, saat ini aku telah berada di depan rumah sakit yang berada di daerah Slippi , Jakarta Barat. hanya itu yang kutahu. Dengan berat kulangkahkan kaki menuju ruang ruang Melati di Lantai 4. Mataku tidak terlepas dari orang-orang yang tengah memperjuangkan nyawa di rumah sakit itu. Dan semakin ngeri lagi ketika melihat ruang-ruang gawat darurat yang dilengkapi dengan berbagai peralatan medis yang meanakutkan.

  Senyum pun menghiasi bibir ka Laela ketika melihatku berdiri di depan pintu. Namun, senyum itu tidak seindah dulu. Ada makna yang tidak dapat kutebak dalam didalamnya.
"Bagaimana keadaan kakak?" tanyaku. Tidak sepatah katapun yang mampu ia ucapkan selain tersenyum. Dan perlahan sebening airmata menetes di pipinya. Aku tidak memaksa dia untuk bercerita lebih banyak. Aku mencoba menetralkan detak jantung yang semakin tidak beraturan. Mengucap doa-doa permohonan semoga dia baik-baik saja. Hanya itu.
" Rumah terasa sepi tanpa kakak!" ucapku berbasa-basi. Ada harapan dalam kata-kata itu. Harapan supaya ia berjuang dan setelah itu kami akan pulang. Berkumpul kembali dengan sanak-saudara di kota kelahiranku. Bukan jawaban yang kuterima, hanya airmata yang terus menerus mengalir dari pelupuk matanya yang sayu. Semakin lama semakin deras. Kuusap airmata itu dan kubelai rambut kakakku lembut. Dan perlahan kupeluk erat tubuhnya yang semakin hari semakin mengurus. Hingga ia tertidur. Lelap bersama senja Jakarta yang cerah. Dibawah mega-mega merah itu, bibirku tidak berhenti merapal bait-bait doa. Hanya untuk dia, ka Laela.

                                                                     ****

  Kesejukan mega di langit sore ini telah mengantarku ke tidur yang lelap. Rasa lelah yang kurasakan dalam perjalanan ke Jakarta mengharuskan badanku untuk istirahat. Hingga aku terbangun, dan kulirik arloji yang menempel di jemariku. Owh! ini ternyata sudah pukul tiga dini hari. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku teringat apa tujuanku disini. Aku teringat seseorang yang akan kutemui disini. Dan ternyata telah berada tertidur pulas disebelahku. Kubelai rambut kak Laela untuk yang kesekian kalinya. Dan kucium keningnya. Aku merasakan keanehan seketika. Sewaktu bibirku mendarat dikeningnya tidak terasa desahan nafasnya lagi.
" Kak Laela!" bisikku pelan. tidak ada respon sedikit pun. Dan semakin lama semakin kuat kugetarkan tubuhnya. tetap tidak ada reaksi. Seketika saja, airmataku menetes perlahan. Dan aku menangis sejadi-jadinya.Aku tidak perduli lagi dengan semua orang yang berada dalam ruangan itu. Dan kemudian dokter bersama beberapa perawat memasuki ruangan dan memeriksa keadaan kak Laela. Kemudian dokter menatapku iba tanpa berkata apa pun. Ia membiarkanku meraung sesaat.
" Ikhlaskan kepergiannya nak!" pintanya seraya mengelus pundakku.

                                                                   ****
   Untuk kesekian kalinya, aku harus mengecap pahit dan pedihnya kehilangan itu. Awalnya rasa ikhlas itu begitu sulit untuk kuberikan. Namun, kembali lagi kugunakan akal sehatku. Bukankah segala sesuatu yang berasal dari Yang Empunya Kuasa, akan kembali lagi padaNYA?
 
  Setelah ini, aku akan pulang. memasuki ruangan gelap yang sungguh tidak kusuka selama ini. Hanya tangis yang akan kubiarkan mengalir disana. Ruangan itu seolah menyimpan banyak cerita. Untuk kemudian mempertontonkan kepadaku ketika rasa sepi itu menghunggapiku.

Duka yang kualami ini,
Memberiku pelajaran untuk lebih MERELAKAN.
Membiarkan pergi yang seharusnya tidak kumuliki
Walaupun sekuat tenaga aku mempertahankannya,
Namuk ada Yang lebih BERKUASA untuk itu
Dan kuyakin, dia aman bersamaNYA