Kamis, 31 Oktober 2013

BeDiVaS ( JUST MEMORI )

    "Aku hanya ingin kalian tahu tentang ini" mereka mulai merapat. Dito yang duduk bersama Eva di depan kursiku membalikkan tubuh mereka. Wajah mereka kini hanya beberapa sentimeter didepanku.
" Apa?" seru Dito penasaran. Bernandus yang duduk disebelahku hanya setia sebagai pendengar. Dia lebih sibuk dengan rumus-rumus Matematika dan sesekali mengangguk mengiyakan.
" Begini rencananya" pembicaran yang tidak terencana itu mulai kubuka. Kelas dipenuhi riuh rendah suara anak-anak . Mengoceh dengan berbagai bahan pembicaraan yang tidak senada. Hingga tercipta berbagai grup gosip dimana-mana. 

  Lama suasana hening diantara kami, semua saling menatap.
" Sebenarnya ada apa?" gerutu Dito tidak sabar.
" Sabar sayang" kata Eva setengah bercanda seraya mengelus pundak Dito.
Senyum menempel dibibirku melihat kepolosan ini.
" Inilah kita, inilah yang akan kita kenang lagi esok. Semoga ini terjadi bukan hanya sekarang. Dan inilah yang sedang kurencanakan"
Dito tertawa lepas, Eva ikutan tersenyum. Sementara Bernandus bangkit meninggalkan rumus Matematikanya. "Saur ada betulnya, masa SMA memang masa paling indah dan harus selalu kita kenang" katanya menimpali.
" Hilangkan ambisi kotormu itu Dit! Itu tidak baik untuk kita" tegas Bernandus. Ia membongkar, cita-cita Dito yang tidak yang memang tidak pernah kami sukai. Walaupun itu tidak kami tau akan memang benar-benar terjadi.
Dito masih terdiam, wajahnya sedikit memerah.
Kemudian ia kembali tersenyum jenaka . " Tapi beneran deh! kelak jika aku telah menjadi orang kaya. Kalian akan kujadikan pelayanku. Tenang saja, pasti akan kubayar mahal" ocehnya.

Bernandus lemah, sedangkan Eva geleng-geleng kepala.
"Hmmmmm, mulai lagi deh!"
" Menurutku setiap orang tidak salah memiliki cita-cita dan ambisi. Tetapi balik lagi, apakah itu akan terwujud atau tidak. Tergantung usaha dia mewujudkannya" kataku menengahi. Dito menunjukkan jarinya kearahku pertanda dia setuju.

" Tapi tidak segila cita-cita Dito kale! Masa kita yang adalah sahabatnya dijadikan sebagai babu!" bantah Eva tidak setuju.
" Pelayan Ev! bukan babu" tanggap Dito.
" Pelayan hanyalah bahasa halusnya tapi sama aja artinya 'rendahan' bukan?"
Bernandus dan aku lebih memilih diam menikmati perdebatan kecil diantara mereka.

Dan kelas tak lagi seramai pasar. Suasana hening.
Bunda ( sebutan untuk guru ekonomi kami ) telah berdiri di ambang pintu menikmati perdebatan dua remaja itu yang sedar tadi tidak menemumukan solusi. Bibirku tersenyum sendiri. Namun Bernandus melerai dan memberi tanda jika mereka tengah diperhatikan seseorang. Setelah berbalik mengarah kedepan kelas wajah keduanya memerah. Dan mereka pasti tau apa yang akan terjadi setelah ini.

Bunda akan menarik kuping mereka dan penghuni kelas akan menyoraki.


Note: BeDiVaS! ini moment yang selalu kurindukan. Perdebatan kecil yang terjadi hanya karena ambisi   kecil   kita. Kepolosan yang selalu tergambar disetiap wajah yang tidak pernah merasa bersalah. Keteguhan Dito  akan cita-citanya. Kesabaran Eva menanggapi setiap perdebatan kecil ini. Dan sikap Bernandus yang tidak kutahu pasti. Yang akan diam ketika sibuk dengan rumus Matematikanya dan akan berkicau jika itu tidak disetujuinya.

Nga didia hamu saonari, adong do sihol dirohamuna lao mangulaki sasudenai? masihol situtu do au tu hamu natolu





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar